Sabtu, 13 Desember 2014

Bertemu dengan Idola,

Beliau adalah Prof. Hasjim Djalal

        Gambar. Bertemu dengan Prof Hasjim Djalal di Kongres Maritim UGM

Prof Hasjim Djalal merupakan tokoh hukum laut yang memperjuangkan agar Indonesia diakui sebagai negara kepulauan. Karir beliau sebagai diplomat telah dimulai pada orde lama. Pada tahun 1981-1983  beliau menjadi Duta Besar Indonesia untuk PBB,  tahun 1983-1985 menjadi Dubes di Kanada, pada tahun 1990-1993 menjadi Dubes di Jerman dan menjadi Duta Besar Keliling pada pemerintahan Presiden BJ Habibie. Setelah beliau pensiun di tahun 1994, beliau aktif menulis dan menjadi pembicara di berbagai forum mengenai hukum laut internasional. Selain karir nya sebagai seorang diplomat, beliau juga dipercaya sebagai anggota Dewan Maritim Indonseia, Penasehat senior Menteri Kelautan dan Perikanan dan Penasehat Kepala Staf TNI Angkatan Laut  serta di Kantor Menteri Percepatan Pembangunan Indonesia (untuk wilayah Indonesia timur).
Saya pertama kali melihat presentasi beliau di tahun 2014, di acara Kongres Maritim yang diadakan Universitas Gadjah Mada. Dengan demikikan usia beliau adalah 80 tahun. Namun, nada suara nya masih begitu keras dan tegas, Penyampaian nya pun begitu jelas dan lugas. Banyak dari materi yang beliau sampaikan membuat pemikiran saya menjadi lebih terbuka. Salah satu nya adalah pernyataan beliau yang menyatakan meskipun laut Indonesia ini sangat luas, sumber daya yang terkandung sangat besar, namun kita juga mempunyai hak untuk memanfaatkan laut bebas. Dengan demikian, kita masih sangat jauh dalam memanfaatkan potensi laut.
Apabila anda berada di acara yang sama dengan beliau, tak susah untuk anda menyapa nya. Beliau sangat terbuka untuk berbicara dengan orang-orang yang baru dikenalnya. Bahkan tak susah untuk mengajak nya ber-photo meskipun anda bukan tokoh penting, seperti saya ini. Hihihihi.
Gelar Doktor beliau peroleh dari Iniversity of Virginia dengan Disertasi terkait hukum Internasional mengenai batas dan kewenangan penguasaan laut dalam suatu Negara. Menurut nya laut tidak boleh dianggap menjadi pemisah, melainkan merupakan permersatu antar pulau dalam Negara Kepulauan. Sebetulnya perjuangan Bangsa Indonesia untuk meminta pengakuan bahwa laut antar pulau Indonesia merupakan wilayah Indonesia telah dimulai pada Deklarasi Djuanda (tahun 1957).  Sebelumnya Indonesia hanya memiliki hak penguasaan laut sejauh 3 mil laut dari masing-masing pulau. Dengan diratifikasinya UNCLOS 1982, maka sebuah Negara pantai berhak atas lau teritorial sejauh 12 mil laut, zona tambahan sejauh 24 mil laut, zona ekonomi eksklusid sejauh 200 mil laut dan landas kontinen sejauh 350 mil laut. Selain itu ditetapkan pula definisi peraturan mengenai laut bebas dan kawasan.

                 Gambar. Wilayah Indonesia sebelum ratifikasi UNCLOS 1982 (menurut Ordonasi 1939)


                          Gambar. Wilayah Indonesia berdasarkan Deklarasi Djuanda (1957)

                                    Gambar. Wilayah Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982

Referensi:
http://maritim.wg.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/09/Pengelolaan-Batas-Maritim-Tata-Batas-Maritim-Dr.-I-Made-Andi-Arsana.pdf
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/1292-pejuang-negara-kepulauan
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/105-september-2010/929-konvensi-pbb-tentang-hukum-laut-unclos.html
http://miracle-biebs.blogspot.com/2012/05/tzmko-1939-dan-deklarasi-djuanda-1957.html

baca tautan lain mengenai Prof. Hasjim Djalal:
http://madeandi.com/2013/08/14/dari-hati-ke-hati-dengan-profesor-hasjim-djalal/
http://madeandi.com/2014/03/07/80-tahun-profesor-hasjim-djalal-persembahan-indonesia-untuk-dunia/

Jumat, 05 Desember 2014

Ada Apa Dengan Reklamasi Teluk Benoa

Ada Apa Dengan Reklamasi Teluk Benoa
(oleh : Satriyo Panalaran)


Penolakan Reklamasi di Teluk Benoa telah berlangsung lama. Penolakan itu berasal dari pemerhati lingkungan, budayawan, seniman, para tokoh masyarakat dan warga masyarakat Bali. Namun begitu, melalui PerPres No. 51 tahun 2014, Pemprov. Bali seperti mendapat dukungan dari pemerintah pusat untuk melancarkan kegiatannya.

Gambar. Rencana tata ruang di atas lahan reklamasi

Mari kita coba cermati niat mulia dari Gubernur Bali terkait reklamasi Teluk Benoa. Dalam surat terbuka nya Gubernur Made Mangku Pastika menyatakan manfaat reklamasi Teluk Benoa antara lain mengembangkan potensi wilayah Bali khususnya di sektor pariwisata dalam rangka membuka lapangan kerja baru. Dalam beberapa hal, reklamasi memang diperlukan mengingat pertumbuhan masyarakat di wilayah pesisirberkembang sangat cepat. Selain itu diperlukan pula dalam pembangunan/pengembangan sarana yang mendukung aktivitas perekonomian masyarakat (contohnya dalam pembangunan pelabuhan, dermaga, pengaman pantai, dan dalam rangka penataan tata ruang pesisir). Namun pembangunan tersebut harus berorientasi pada prinsip kelestarian lingkungan.
Menurut Prof. Nur Yuwono (2007), tujuan reklamasi perairan pantai haruslah jelas. Dalam arti memberikan nilai tambah lahan baik dari sudut ekonomi, lingkungan dan manfaat terhadap masyarakat. Maka dalam hal ini kebijakan untuk meloloskan reklamasi harus mempertimbangkan keberadaan lingkungan, khususnya pada keberadaan ekosistem perairan setempat. Terlebih lagi jika kegiatan tersebut berada di wilayah yang sensitive karena ada nya ekosistem mangrove dan terumbu karang.

Gambar. Jalan layang di atas Teluk Benoa 

Wilayah dikatakan sensitive apabila dengan adanya kegiatan asing (oleh manusia), wilayah tersebut berpotensi mengalami perubahan rona lingkungan sehingga terjadi penurunan dari fungsi asli lingkungan tersebut. Maka dalam pandangan awam, kemudian masyarakat jadi ikut menilai apakah kegiatan tersebut lebih banyak sisi manfaatnya atau mudharatnya.
Seperti dikatakan di awal, reklamasi sering dibutuhkan dalam pengembangan wilayah daratan ke arah laut apabila lahan di daratan sudah tidak mampu menampung lagi. Apabila dicermati pertumbuhan di Bali Selatan khususnya untuk wisata dan hotel sudah padat. Namun, apakah masyarakat bias menerima jika reklamasi yang akan dilakukan tidak sepenuhnya bertujuan untuk kebermanfaatan mereka. Dalam hal ini masyarakat boleh menilai, mereka boleh menerima ataupu mereka boleh menolak. Mengingat wilayah yang akan direklamasi memiliki arti (fungsi) penting dalam keberadaanya.  Kita ketahui bersama ekosistem teluk Benoa terdiri dari ekosistem mangrove dan terumbu karang. Dimana keberadaan ekosistemtersebut menjadi penyangga dalam ekosistem perairan yang lebih luas. Dari fungsinya, ekosistem mangrove dan terumbu karang beperan sebagai:
-       Tempat ikan berkembang biak (memijah dan bertelur)
-       Tempat bermukim biota laut muda
-       Sumber nutrisi perairan
Sehingga terganggunya kedua ekosistem tersebut berpengaruh pada keberadaan ikan di perairan luas. Maka tak heran jika piha-pihak yang hidupnya bergantung pada sumber daya laut, mereka yang memiliki keterikatan batin dengan laut menjadi menolak.
Contohnya para nelayan yang khawatir akan kerusakan terumbu karang sehingga akan berdampak langsung pada kelestarian sumber daya ikan. Para penikmat keindahan bawah laut (para penyelam, pelaku industri wisata) yang mana mereka pasti menginginkan kondisi perairan yang alami. Ditambah lagi budaya masyarakat lokal yang menjunjung tinggi nilai kesucian suatu tempat, sehingga kerusakan akan menyakiti hati dan iman mereka.

Gambar. Salah satu poster ajakan untuk menolak reklamasi Teluk Benoa

Dilihat dari urgensi dilakukannya reklamasi Teluk Benoa sebagai daerah wisata baru maka akan menimbulkan pertanyaan:
1.    Apakah potensi keuntungan yang akan diterima Bali dari wisata dan hotel di Teluk Benoa akan sebanding dengan kerugian di sektor perikanan?
2.    Semua orang mengenal Bali sebagai surge wisata di Indonesia, dari selatan hingga utara, dari pantai hingga gunung. Tidak adakah lokasi lain yang dapat diupayakan untuk mengembangkan kawasan wisata dan perhotelan?
3.    Dalam kondisi ‘bussines as usual’ sektor pariwisata telah memberikan pemasukan yang besar. Apakah dengan adanya lokasi wisata di lahan reklamasi tersebut memberikan peningkatan yang signifikan terhadap pendapatan Bali?
Sebagai orang awam pun saya menjadi bertanya-tanya dengan adanya tarik ulur kebijakan pemerintahh pada permasalahan ini. Yang mana pada awalnya Presiden SBY telah menetapkan Teluk Benoa sebagai daerah konservasi (Perpres 45/2011) dan Gubernur telah membatalkan rencana nya. Namun kemudian berubah dengan dikeluarkannya SK Gubernur yang baru dan dilanjutkan nya studi lingkungan di lahan tersebut. Hingga pada akhirnya, Mei 2014, Presiden SBY mengeluarkan Perpres yang mengubah fungsi zona konservasi di perairan Teluk Benoa.

Gambar. Salah satu poster ajakan untuk menolak reklamasi Teluk Benoa



Link :
Pernyataan Gubernur Made Mangku Pastika:
Kronologis Penolakan Reklamasi Teluk Benoa :