Selasa, 28 Juni 2011

ESTUARI


ESTUARI

1. Muara Sungai (Estuari)
Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Pemasalahan di muara sungai dapat ditinjau di bagian mulut sungai (river mouth) dan estuari. Mulut sungai adalah bagian paling hilir dari muara sungai yang langsung bertemu dengan laut. Sedangkan estuari adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut (Triatmodjo, 1999).

Estuari merupakan mintakat sungai dimana pengaruh laut dinyatakan dalam pengaruh pasang dan bertambahnya salinitas air laut. Ciri sebuah estuary yaitu terjadi proses pencampuran antara air asin dari air laut dengan air tawar dari sungai (Setiyono, 1996). Menurut Cameron and Pritchard (1963) dalam Pickard et al (2004), estuary adalah perairan semi tertutup yang memiliki hubungan dengan laut terbuka dan terjadi percampuran antara air laut dan air tawar dari darat.

Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi aliran (kecepatan/debit, profil muka air, intrusi air asin) di estuari dapat sampai jauh ke hulu sungai, yang tergantung pada tinggi pasang surut, debit sungai, dan karakteristik estuari (tampang aliran, kekasaran dinding, dan sebagainya) (Triatmodjo, 1999).

Berdasarkan distribusi salinitas, estuary dibagi menjadi empat Dyer (1973) dalam Pickard et al (2004) yaitu: (a) vertically mixed, (b) slightly stratified, (c) highly stratified, dan (d) salt wedge. Pembagian estuary berdasarkan salinitas karena densitas air di estuary lebih banyak dipengaruhi oleh salinitas dari pada temperatur.


2. Sirkulasi estuari

Wilayah estuari merupakan wilayah yang sangat dinamis, karena selalu terjadi proses dan perubahan baik lingkungan fisik maupun biologis. Becampurnya masa air laut dengan air tawar menjadikan wilayah estuari memiliki keunikan tersendiri, pencampuran air itu menghasilkan air payau dengan salinitas yang berfluktuasi (Indarto, 2001).

Menurut Indarto (2001) perubahan salinitas ini dipengaruhi oleh air pasang dan surut serta musim. Selama musim kemarau, volume air sungai berkurang sehingga air laut dapat masuk sampai ke arah hulu, dan menyebabkan salinitas di estuari meningkat. Sedangkan pada musim penghujan air tawar mengalir dari hulu ke wilayah estuari dalam jumlah besar karena mendapat input dari hujan, kondisi akan menyebabkan penurunan nilai salinitas di estuari.

Perbedaan salinitas di estuari mengakibatkan terjadinya proses pergerakan masa air. Air asin yang memiliki masa jenis lebih besar daripada air tawar, menyebabkan air asin di muara yang berada di lapisan dasar dan mendorong air tawar menuju laut.

Proses pergerakan antara masa air laut dan air tawar ini menyebabkan terjadinya sratifikasi yang kemudian mendasarnya tipe-tipe estuari. Berdasarkan sirkulasi arus pasut, estuari dibagi menjadi 3 tipe:

a. Estuari berstratifikasi sempurna (salt wedge estuary),

Pada estuary ini aliran sungai lebih besar daripada pasang surut sehingga mendominasi sirkulasi estuaria.

b. Estuari berstratifikasi sebagian (moderately stratified estuary),

Pada estuari ini aliran sungai berkurang, dan arus pasang surut lebih domunan maka akan terjadi pencampuran antara sebagian lapisan masa air tawar dan air laut.

c. Estuari bercampur sempurna (well mixed estuaries),

Pada estuari ini pengaruh pasang surut sangat besar sedangkan pengaruh air tawar cenderung sangat kecil, maka perairan menjadi tercampur hampir keseluruhan dari atas sampai dasar.








Gambar. Salt Wedge Estuary








Gambar. Partially Mixed Estuary

















Gambar. Well Mixed Estuary



3. Penghuni Ekosistem Estuari

Pada ekosistem estuari terbentuk habitat-habitat yang memiliki ciri khas tersendiri dengan organisme-organisme penyusunnya yang spesifik. Hal ini disebabkan karena organisme tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan setiap organisme memiliki respon yang beragam terhadap suatu kondisi lingkungan.

Organisme memiliki batas ambang toleransi terhadap suatu kondisi, ini menjadikan keterbatasan untuk suatu organisme dapat bertahan di lingkungan tertentu. Organisme yang mampu bertahan pada kondisi fisik dan kimia perairan dapat tetap hidup dan tinggal di habitatnya, tetapi bagi organisme yang tidak mampu bertahan pada ambang toleransi akan menjadi organisme pengunjung transisi, dimana pada saat sesuai dengan batas ambangnya organisme ini akan masuk ke habitat di estuari, tetapi jika tidak maka organisme ini akan meniggalkan daerah estuari ini.




4. Produktifitas Estuari

Estuari merupakan salah satu wilayah yang memiliki tingkat produktifitas tinggi. Produktifitas merupakan suatu proses produksi yang menghasilkan bahan organik. Produktifitas primer pada wilayah estuaria dapat diartikan sebagai banyaknya energi yang diikat atau tersimpan dalam aktifitas fotosintesis dari organisme produser, terutama tanaman yang berklorofil dalam bentuk-bentuk substansi organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan.

Kegiatan fotosintesis yang dilakukan oleh organisme adalah untuk mengkonversi energi cahaya dan bahan-bahan organik menjadi karbohidrat dan oksigen. Pada wilayah estuaria tropik, masa air permukaan maupun di dasar cukup menerima cahaya matahari sepanjang tahun. Kondisi demikian menyebabkan pada estuaria tropik mendapatkan cahaya optimal bagi produksi fitoplankton. Pada daerah dekat kutub, puncak ketinggian fitoplankton dan zooplankton mengikuti musim dengan adanya penyinaran matahari. Sedangkan pada daerah subtropik memperlihatkan turun naiknya kelimpahan fitoplankton dan zooplankton tidak memperlihatkan variasi yang besar (DAY dkk, 1989).

Faktor penting yang mempengaruhi produktifitas fitoplankton yaitu curah hujan yang membawa unsur-unsur hara dari darat ke laut melalui aliran sungai, adanya pengadukan oleh angin, arus pasang surut dan gelombang, akan meyebabkan unsur hara akan terangkat dari dasar ke permukaan. Proses pengadukan tersebut menjadikan pertumbuhan fitoplankton di muara sungai lebih baik (Sutomo, 1999).

Vegetasi di wilayah perairan estuaria tropik yang mendukung produktifitas primer antara lain adalah lamun, beberapa jenis algae hijau, diatom bentik di dataran lumpur dan komunitas mangrove yang memagari wilayah estuaria. Adanya komposisi tumbuhan yang beragam tersebut, menyebabkan produksi primer mampu mensuplai dalam bentuk bahan organikk dan oksigen bagi keperluan organisme. Menurut Sukardjo (1995), Pramudji (1994), Soeroyo (1987, 1993, 1999) sumbangan bahan organik selain diperoleh dari hasil produksi primer (fotosintesis) juga dihasilkan daari serasah daun mangrove di wiayah perairan estuaria tropik menunjukkan jumlah cukup tinggi.

Tingginya produktifitas di wilayah perairan estuari di dukung oleh tersedianya kandungan nutrien yang cukup bagi organisme di perairan tersebut. Ketersediaan nutrien pada perairan ini dapat dipengaruhi oleh fluktuasi relatif pasang surut dan aliran permukaan (run off) daari daratan melalui sungai.

Menurut Raymond (1963), unsur hara atau nutrien terlarut yang terdapat di wilayah pesisir pantai berasal dari daratan dan sungai. Pasokan unsur hara tersebut terjadi pada saat air surut yang menyebabkan masa air sungai akan lebih dominan sehingga menambah larutan unsur-unsur hara menjadi lebih tinggi dibandingkan pada saat air pasang.

Pada perairan yang lebih dangkal pergerakan masa air lebih di dominasi oleh arus pasang surut, oleh karena itu proses pencampuran masa air secara vertikal dapat terjadi lebih efektif dan masa air dari bawah bisa naik ke permukaan perairan dan membawa unsur-unsur hara ke permukaan.

Hasil penelitian di Sumatera Selatan menunjukkan bahwa tingginya kadar Fosfat, Nitrat, Nitrit, Oksigen terlarut, pH dan salinitas di muara sungai Sembilang disebabkan karena proses pengadukan dasar perairan, sedangkan rendahnya unsur hara disebabkan karena proses pengenceran air oleh melimpahnya inputan dari hujan (Simanjuntak, 1999).

Jadi peran wilayah estuaria adalah sebagai daerah penangkap nurien karena adnya bahan-bahan nutrien yang terbawa oleh sungai mengandung mineral liat dalam prosentase cukup tinggi. Mineral liat memiliki kapilaritas tinggi atau kapasitas absorbsi yang besar sehingga mampu menyerap nutrien, elemen-elemen renik dan bahan lain dalam jumlah besar.